Indonesia boleh saja disebut sebagai suatu negara “demokrasi”, karena ukuran yang diambil adalah, adanya “kebebasan pers”, pemilihan jabatan Presiden, Gubernur, Bupati dan Kepala Desa yang dipilih lansung oleh rakyat. Partisipasi politik rakyat dalam menentukan arah perjalanan bangsa, negara dan pemerintahan hanya sebatas itu. Celakanya lagi kebanyakan rakyat beranggapan dengan system demokrasi yang dijalankan tentu akan melahirkan kehidupan rakyat yang lebih baik, yaitu kehidupan yang aman, damai dan sejahtera. Namun pada kenyataannya negara Indonesia yang dikatakan telah menjalankan demokrasi, faktanya hasilnya melahirkan banyak kekacauan dan masalah yang tidak berkesudahan, jumlah penduduk miskin masih di atas 100 juta orang [45,2% dari jumlah penduduk dengan asumsi mempunyai penghasilan rata-rata 2$(duaUSD/hari)], kerusuhan sosial dan bencana kemanusiaan kerap terjadi, penegakan hukum yang buruk, anarkisme serta banyak terjadi “tirani” dari kelompok mayoritas terhadap kelompok minoritas yang bersumber dengan berkembangnya politik massa yang dijalankan selama ini. Sehingga tidak mengherankan jika Pemilu Indonesia hanya bersifat ritual politis atau ceremonial democratie, namun proyek itu harus dijalankan karena undang-undang mengharuskannya. Dari fakta ini sungguh dangkal pemahaman bangsa ini dalam melaksanakan sebuah negara yang demokratis. Sehingga tidak heran demokrasi yang dijalankan Indonesia selama ini telah menghasilkan fakta kehidupan rakyat yang lebih buruk dari fakta semasa rezim pemerintahan Soeharto, dimana pada waktu itu rakyat masih merasa aman dan mudah dalam mencari kebutuhan hidupnya sehari-hari.
Rakyat harus tahu bahwa batasan pengertian secara Konsepsional, “demokrasi” adalah suatu proses penyelenggaraan system kekuasaan negara yang dilakukan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Sedang batasan pengertian secara Operasional, “demokrasi” dapat diukur dari: 1).Bagaimana sikap dan prilaku rakyat dalam menjalankan Pemilu dengan baik.; 2). Bagaimana rakyat atau para wakil rakyat bermusyawarah dengan baik tanpa harus gontok-gontokan dan adu jotos; 3). Bagaimana para wakil rakyat di DPR dan atau di dalam semua rapat-rapat yang diselenggarakan dapat mengatasi perbedaannya dengan baik serta dapat menggunakan hak-hak DPR dalam proses pemerintahan dengan baik (seperti, hak budget, hak inisiatif, hak interplasi, dll) ; dan 4). Bagaimana prilaku rakyat dalam menyampaikan pendapat kepada institusi mana saja dapat dilakukan dengan baik, tertib dan damai tanpa anarkisme. Sehingga dari beberapa indikator tersebut tidak lagi terjadi anarkisme yang bersumber dari akibat dijalankannya demokrasi itu. Keseluruhan itu adalah merupakan variabel untuk mengukur apakah kita benar-benar sebuah negara yang menjalankan system demokrasi.
Memang pada kenyataannya tanpa kemakmuran rakyat lebih dulu ada, proses demokrasi yang dijalankan tetap akan melahirkan kekacauan dan instabilitas di hampir semua sektor yang ada. Apalagi rakyat tidak memiliki pemahaman dasar dalam hidup berbangsa dan bernegara, dimana untuk hidup dalam negara domokrasi rakyat harus memahami dan menyadari minimal terhadap 4 (empat) hal yaitu, 1). Kita semua adalah mahluk ciptaan Tuhan, sehingga harus terjalin hubungan yang baik dengan Sang Pencipta, sehingga apapun yang kita lakukan harus bertanggungjawab kepada Nya. ; 2). Kita semua adalah mahluk sosial, artinya kontribusi yang kita berikan dalam Pemilu tidak boleh memikirkan kepentingan diri sendiri, dan harus mengutamakan kepentingan nasib orang banyak.; 3). Kita semua harus sadar bahwa kita adalah warga dari suatu bangsa dan negara, yang oleh karenanya dalam berdemokrasi harus bertanggungjawab terhadap keselamatan dan keutuhan bangsa dan negara.Indonesia ; dan 4). Rakyat harus sadar bahwa kita adalah warga dari komunitas dunia, yang memiliki tanggungjawab sesama umat sebagai penghuni dunia/bumi ini, apalagi dalam menyelamatkan iklim global yang mengancam keselamatan dunia.
Tanpa memiliki pemahaman ini dapat dipastikan kehidupan rakyat, bangsa Indonesia selamanya akan menuai bencana yang diciptakan oleh manusia itu sendiri. Dalam berdemokrasi sudah saatnya rakyat banyak harus menentukan pilihan dan partisipasi politiknya dengan menggunakan akal sehatnya. Rakyat jangan mau lagi hak suaranya dibeli. Rakyat harus mendapatkan informasi yang lengkap terhadap para calon yang akan dipilihnya.
Oleh karena itu dalam menjalankan pesta demokrasi Panitia Pemilu (KPU atau KPUD) harus dapat mensosialisasikan kelebihan dan kekurangan para calon wakil rakyat atau pemimpin yang akan dipilihnya. KPU atau KPUD bersama seluruh LSM yang ada harus dapat mendidik rakyat bagaimana memahami hidup berbangsa dan bernegara dalam system demokrasi. Sehingga rakyat tidak mudah termakan oleh propakanda partai-partai politik yang menjual janji-janji, sementara partai tersebut telah terbukti tidak dapat berbuat banyak untuk mensejahterakan rakyat, apalagi menciptakan rasa aman. Rakyat dituntut harus lebih banyak mendengar dan melihat fakta apa saja yang telah terjadi di negara ini yang membuat bangsa Indonesia ini terpuruk di segala bidang, sehingga rakyat menjadi sadar bagaimana harus bersikap dalam menggunakan haknya. Rakyat harus menjadi subyek demokrasi yang dijalankan, bukan menjadi obyek demokrasi, seperti yang selama ini terjadi. Semoga.
Penulis :
Drs. M. Sofyan Lubis, SH. MM
Senior Partners di LHS & PARTNERS
Penulis dan Pemerhati Masalah Hukum
di Negara Indonesia