Lahirnya Bank Indonesia sebagai bank sentral dengan berbagai bentuk, fungsi dan tugas yang demikian kompleks tidak terlepas daripada tujuan pembangunan nasional yaitu dalam rangka mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Tahun 1945.Kedudukan Bank Indonesia sebagai lender of the last resort sebelum lahirnya Undang-Undang No.9 Tahun 2016 tentang pencegahan dan penanganan krisis system keuangan diatur pada Undang-Undang No. 13 Tahun 1968 tentang bank sentral. Dalam Pasal 32 ayat (3) UU Nomor 13 Tahun 1968 yang mengatakan Bank Indonesia dapat pula memberikan kredit likuiditas kepada bank-bank untuk mengatasi kesulitan yang dihadapinya dalam keadaan darurat.
Lander of the last resort sendiri dapat definisikan sebagai Suatu fungsi dari Bank Indoneisa( BI ) untuk memberikan bantuan pendanaan kepada bank yang mempunyai kesulitan likuiditas yang dihadapi dalam keadaan darurat.
Pengaturan tentang Lander of the last resort ini sudah beberapa kali berubah sejalan dengan perubahan undang-undang Bank Indonesia dari mulai UU No. 23 Tahun 1999, UU No. 3 Tahun 2004, dan UU No. 6 Tahun 2009. Perbedaan dari setiap perubahan UU BI bagi pengaturan Lander of the last resort yaitu :
- Pada UU No. 23 Tahun 1999, Lender of the Last Resort oleh Bank Indonesia hanya memberikan fasilitas kredit kepada bank yang mengalami kesulitan dengan pendanaan jangka pendek dan dijamin dengan agunan yang berkualitas tinggi dan mudah dicairkan.
- Pada UU No. 3 Tahun 2004, dimungkinkan Bank Indonesia dapat memberikan fasilitas pembiayaan darurat yang pendanaannya menjadi beban pemerintah, dalam hal suatu bank mengalami kesulitan keuangan yang berdampak sistemik dan berpotensi mengakibatkan krisis yang membahayakan sistem keuangan. Jadi dapat dikatakan kalau pendanaannya adalah Jangka Panjang dan dibebankan kepada Pemerintah (bail Out).
- Pada UU No. 6 Tahun 2009, merubah ketentuan pada pasal 11 ayat (2) yang menghapuskan kata-kata “dan mudah dicairkan). Yang menurut pendapat saya Mengandung konsekuensi bahwa untuk dapat memberikan bantuan pendaan jangka pendek tidak perlu lagi mensyaratkan jaminan yang mudah dicairkan karena bertentangan dengan urgensi keadaan darurat.
Lalu pasca dibentuknya Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada tahun 2011, dibuatlah UU Nomor 09 Tahun 2016 tentang Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan (UU PPKSK) yang bertitik berat padapencegahan dan penanganan permasalahan bank sistemik sebagai bagian penting dari sistem keuangan. UUPPKSK ini mengatur peran Komite Stabilitas Sistem Keuangan. Komite Stabilitas Sistem Keuangan beranggotakan Menteri Keuangan, Gubernur Bank Indonesia, Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan, dan Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan.
Dalam UU PPKSK diatur pula tentang Penyediaan penjamin likuiditas jangka pendek didukung agunan berkualitas tinggi bagi bank yang butuh likuiditas oleh Bank Indonesia yang mana hal tersebut adalah pengaturan Lender of the last resort yang sebelumnya diatur oleh Bank Indonesia.
Lahirnya UU PPKSK membawa dampak terhadap kewenangan Bank Indonesia sebagai the lender of the last resort yang diatur dalam pasal 53 ayat (1) UU PPKSK yang pada intinya menghapuskan Pasal 37A Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998, Pasal 11 ayat (4) dan ayat (5) serta Pasal 55 ayat (5) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 Tentang BI, Pasal 1 angka 25, Pasal 44, Pasal 45, Pasal 46, dan Pasal 69 ayat (3) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang OJK.
Dengan begitu bank indonesia tidak lagi mempunyai kewenangan untuk memberikan fasilitas pendanaan, dalam hal suatu bank mengalami kesulitan keuangan yang berdampak sistemik dan berpotensi mengakibatkan krisis yang membahayakan sistem keuangan, dan juga BI tidak dapat memberikan fasilitas pembiayaan darurat yang pendanaannya menjadi beban pemerintah.Namun disisi lain sesuai dengan hal-hal yang diatur dalam pasal 20 dan 30 UU PPKSK, Bank Indonesia masih mempunyai kewenangan untuk memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah untuk jangka waktu paling lama 90 hari kepada bank sistemik maupun non sistemik untuk mengatasi kesulitan pendanaan jangka pendek kepada bank yang bersangkutan dan wajib disertai jaminan yang memiliki nilai minimal sejumlah kredit atau pembiayaan yang diterima oleh bank tersebut. Namun dalam pemberian kredit jangka pendek tersebut UU PPKSK mewajibkan BI untuk berkoordinasi dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Maka melihat kedudukan bank yang berpengaruh besar dalam keuangan negara, dapat kita ambil kesimpulan bahwa Pengaturan Bank Indonesia sebagai Lender of The Last Resort dalam stabilitas keuangan negara sudah dengan adanya UU PPKSK sudah cukup mempermudah dan membantu Bank dari yang berdampak sistemik maupun yang tidak berdampak sistemik untuk mengatasi resiko kegagalan atau kesulitan likuiditas dalam menjalankan fungsinya yang sering terdampak gejolak ekonomi negara maupun internasional.
Penulis :
M. Samudera Alisyahbana, SH. MH
Lawyer Hukum Bisnis dan Perusahaan di LHS LAWFIRM